Sunday, May 27, 2012

Download Aplikasi Ringkasan Shahih Bukhari 9 (Lengkap)

Bismillah
Alhamdulillah, Terjemah ringkasan Shahih Al-Bukhari telah selesai kami bukukan ke Aplikasi j2me (java microedition) dengan selesainya volume 9 (volume terakhir)
Sekilas tampilah di HP Nokia 3230



Volume 9 memuat subkitab :

65. Faraidh
66. Hukum Hudud
67. Diyat
68. Meminta taubat
69. Keterpaksaan
70. Siasat mengelak
71. Ta'bir
72. Fitnah
73. Hukum-hukum
74. Mengandai-andai
75. Khabar ahad
76. Berpegang teguh
77. Tauhid
Silahkan download :

download
 ukuran file sekitar 410 KB


Sekedar Info :
Dengan selesainya Ebook Shahih Al-Bukhari volume 9, maka selesailah Terjemah Ringkasan Shahih Al-Bukhari, yang tentu saja masih banyak kekurangannya, Sembilan Ebook Shahih Al-Bukhari kami bangun dengan menggunakan software :
* Sun Wireless Toolkit
* Eclipse
* Sun jdk 6 (program yang dibutuhkan oleh kedua software diatas)

Software untuk mengolah graphics kami menggunakan :
* Gimp
* Inkscape

OS (Operating System) kami menggunakan Linux Mint


*** Serial Number untuk Aplikasi Gratis ***
          No.ID 12704 SN 41A31 


Sumber:  islami-jar.blogspot.com
Publikasi:  artikelassunnah.blogspot.com'

Monday, May 21, 2012

Cara Merubah Theme Chrome dan Icons Sesuka Hati

alhamdulillah

bagi para ikhwan wa akhwat yang pemakan chrome ingin themes chromenya di ubah ubah dengan themes bernuansa islam.. sangatlah mudah dan bisa juga membuat icon pilihan kita..

seperti ini contoh gambarnya





mari kita mulai tutorialnya
yang harus di lakukan adalah
1. menginstal aplikasi speed dial
2. setelah instal maka tampilan seperti diatas
3. untuk merubah themes siapkan url gambar, jika sudah maka klik options dan masukan url gambar


Url Gambar Radio Rodja

Copy Url Gambar dan pastekan di Backgroung Image dan klik set

4. untuk memasang icon web tinggal klik kotak dan akan keluar kotak pengsian



antum sekalian bisa sesuka hati menggantinya...
inilah tutorial tentang merubah themes dan icon web.

semoga bermanfaat




Saturday, May 19, 2012

Apakah Boleh Adzan Dan Iqomah Sholat Dalam Kondisi Duduk Sedangkan Dia Mampu Duduk?

Pertanyaan:
Apakah diperbolehkan iqamah shalat dalam kondisi duduk atau di kamar lain bukan tempat di mana saya shalat di dalamnya?

Jawaban:
 Alhamdulillah Yang sesuai sunnah bagi seorang muazin ketika mengumandangkan azan dan iqamah (shalat) adalah dilakukan dalam keadaan berdiri. Ini yang telah dilakukan sejak zaman Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sampai sekarang. Barangsiapa yang azan dan iqamah dalam kondisi duduk tanpa ada uzur, maka dia telah menyalahi sunnah. Ini perkara yang telah disepakati oleh para ulama tanpa ada perbedaan.

 Terdapat dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 15/264;


 ‘Pelaksanaan azan dan iqamah dalam kondisi duduk, para ahli fiqih telah sepakat bahwa dimakruhkan seorang muazin melakukan azan dalam kondisi duduk kecuali kalau ada uzur, atau azan untuk dirinya sendiri sebagaimana dikatakan oleh Hanafiyah dan Malikiyah. Berdasarkan perintah Nabi sallallahu’alaihi wa sallam kepada Bilal untuk berdiri dalam sabdanya, ‘Berdirilah dan serulah untuk shalat.’ Dahulu para muazin Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam ketika azan dalam kondisi berdiri, karena berdiri lebih kuat dalam penyampaian. Sebagaimana azan dan iqamah dalam kondisi duduk menyalahi sesuatu yang telah turun temurun.

 Ibnu Hamid dari Hanbli mengatakan, ‘Kalau dia azan dalam kondisi duduk, maka batal (azannya). Begitu juga perkataan Syekh Taqiyuddin, tidak diterima azannya orang duduk. Diriwayatkan dari Abu Al-Baqa, bahwa azan harus diulangi kalau dilakukan dalam keadaan duduk.

 Adapun orang yang punya uzur tidak mengapa azan dalam kondisi duduk, Al-Hasan bin Muhammad Al-Abdi berkata, ‘Aku melihat Zaid shahabat Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam dahulu kakinya terluka di jalan Allah azan dalam kondisi duduk.’

 Sunnahnya tidak berjalan ketika dia iqamah, hendaknya dia iqamah di tempat dimana dia akan shalat disitu. Agar tidak ada pemisah antara iqamah dan masuk shalat. Karena iqamah adalah pemberitahuan akan menunaikan shalat, maka shalat dilakukan langsung setelah iqamah.

 Abdullah bin Imam Ahmad berkata di kitab ‘Masailnya’, 61/220, 'Saya berkata kepada ayahku tentang seseorang yang berjalan ketika iqamah. Beliau mengatakan, ‘Saya lebih senang dia iqamah di tempatnya.’ 

Ishaq bin Rahawaih berkata:

 “Seorang muazin kalau memulai iqamah maka hendaknya dia menjadi imam. Tidak diperkenankan berjalan dalam iqamah sampai dia selesai. Keutamaan segera menunaikan shalat dapat diwujudkan manakala dia berada di tempat iqamah hingga selesai." ‘Masail Imam Ahmad Wa Ishaq, 2/836.

 Wallahu’alam.

Sumberislamqa.info

Publikasi artikelassunnah.blogspot.com

Wednesday, May 16, 2012

Korupsi Dan Pencuri, Apakah Sama Hukumannya?

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Apa hukuman untuk koruptor? Apakah sama hukumannya dengan pencuri, yaitu potong tangan?
Terima kasih.

Jawaban:
Wa’alaikumussalam

Korupsi dan sanksi terhadap pelakunya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa korupsi adalah, “Penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dsb.) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.” (KBBI Hal. 462).
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa harta yang diselewengkan oleh seorang pegawai koruptor adakalanya harta milik sekelompok orang tertentu, seperti perusahaan atau harta serikat dan adakalanya harta milik semua orang, yaitu harta rakyat atau harta milik negara.
Dalam tinjaun fikih, seorang pegawai sebuah perusahaan atau pegawai instansi pemerintahan, ketika  dipilih untuk mengemban sebuah tugas, sesungguhnya dia diberi amanah untuk menjalankan tugas yang telah dibebankan oleh pihak pengguna jasanya, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Karena beban amanah ini, dia mendapat imbalan (gaji) atas tugas yang dijalankannya. Ketika ia menyelewengkan harta yang diamanahkan, dan mempergunakannya bukan untuk sesuatu yang telah diatur oleh pengguna jasanya, seperti dipakai untuk kepentingan pribadi atau orang lain dan bukan untuk kemaslahatan yang telah diatur, berarti dia telah berkhianat terhadap amanah yang diembannya.
Dalam syariat, pengkhianatan terhadap harta negara dikenal dengan ghulul. Sekalipun dalam terminologi bahasa Arab, ghulul berarti sikap seorang mujahid yang menggelapkan harta rampasan perang sebelum dibagi. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, XXXI/272).
Dalam buku Nadhratun Na’im disebutkan bahwa di antara hal yang termasuk ghulul adalah menggelapkan harta rakyat umat Islam (harta negara), berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Al-Mustaurid bin Musyaddad, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang kami angkat sebagai aparatur negara hendaklah dia menikah (dengan biaya tanggungan negara). Jika tidak mempunyai pembantu rumah tangga hendaklah dia mengambil pembantu (dengan biaya tanggungan negara). Jika tidak memiliki rumah hendaklah dia membeli rumah (dengan biaya tanggungan negara). (Nadhratun Na`im, XI. Hlm. 5131)
Abu Bakar berkata, “Aku diberitahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa (aparat) yang mengambil harta negara selain untuk hal yang telah dijelaskan sungguh ia telah berbuat ghulul atau dia telah mencuri”. (HR. Abu Daud. Hadis ini dinyatakan shahih oleh Al-Albani).
Ibnu Hajar Al Haitami (wafat: 974 H) berkata, “Sebagian para ulama berpendapat bahwa menggelapkan harta milik umat Islam yang berasal dari baitul maal (kas negara) dan zakat termasuk ghulul“. (Az Zawajir an Iqtirafil Kabair, jilid II, Hal. 293).
Istilah ghulul untuk korupsi harta negara juga disetujui oleh komite fatwa kerajaan Arab Saudi, dalam fatwa No. 9450, yang berbunyi, “Ghulul, yaitu: mengambil sesuatu dari harta rampasan perang sebelum dibagi oleh pimpinan perang dan termasuk juga ghulul harta yang diambil dari baitul maal (uang negara) dengan cara berkhianat (korupsi)”. (Fataawa Lajnah Daimah, jilid XII, Hal 36.)
Ini juga hasil tarjih Dr. Hanan Malikah dalam pembahasan takyiif fiqhiy (kajian fikih untuk menentukan bentuk kasus) tentang korupsi. (Jaraimul Fasad fil Fiqhil Islami, Hal. 99)

Hukum Potong Tangan untuk Koruptor

Apakah koruptor dapat disamakan dengan pencuri? Bila disamakan dengan pencuri, bolehkah dijatuhi hukuman potong tangan? Demikian pertanyaan mendasar yang patut kita jawab.
Allah berfirman, yang artinya,
“>وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Maidah: 38).
Firman Allah yang memerintahkan untuk memotong tangan pencuri bersifat mutlaq. Tidak dijelaskan berapa batas maksimal harga barang yang dicuri, dimana tempat barang yang dicurinya dan lain sebagainya. Akan tetapi kemutlakan ayat diatas di-taqyid (diberi batasan) oleh hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian, para ulama menyaratkan beberapa hal untuk menjatuhkan hukum potong tangan bagi pencuri. Di antaranya: Barang yang dicuri berada dalam (hirz) tempat yang terjaga dari jangkauan, seperti brankas/lemari yang kuat yang berada di kamar tidur untuk barang berharga, semisal: Emas, perhiasan, uang, surat berharga dan lainnya dan seperti garasi untuk mobil. Bila persyaratan ini tidak terpenuhi, tidak boleh memotong tangan pencuri.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ditanya oleh seorang laki-laki dari suku Muzainah tentang hukuman untuk pencuri buah kurma, “Pencuri buah kurma dari pohonnya lalu dibawa pergi, hukumannya adalah dia harus membayar dua kali lipat. Pencuri buah kurma dari tempat jemuran buah setelah dipetik hukumannya adalah potong tangan, jika harga kurma yang dicuri seharga perisai yaitu: 1/4 dinar (± 1,07 gr emas).” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah. Menurut Al-Albani derajat hadis ini hasan).
Batas minimal barang yang dicuri seharga 1/4 dinar berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh dipotong tangan pencuri, melainkan barang yang dicuri seharga 1/4 dinar hingga seterusnya.” (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan maksud ayat yang memerintahkan potong tangan, bahwa barang yang dicuri berada dalam penjagaan pemiliknya dan sampai seharga 1/4 dinar.
Persyaratan ini tidak terpenuhi untuk kasus korupsi, karena koruptor menggelapkan uang milik negara yang berada dalam genggamannya melalui jabatan yang dipercayakan kepadanya. Dan dia tidak mencuri uang negara dari kantor kas negara. Oleh karena itu, para ulama tidak pernah menjatuhkan sanksi potong tangan kepada koruptor.
Untuk kasus korupsi, yang paling tepat adalah bahwa koruptor sama dengan mengkhianati amanah uang/barang yang dititipkan. Karena koruptor dititipi amanah uang/barang oleh negara. Sementara orang yang mengkhianati amanah dengan menggelapkan uang/barang yang dipercayakan kepadanya tidaklah dihukum dengan dipotong tangannya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang mengkhianati amanah yang dititipkan kepadanya tidaklah dipotong tangannya“. (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani).
Di antara hikmah Islam membedakan antara hukuman bagi orang yang mengambil harta orang lain dengan cara mencuri dan mengambilnya dengan cara berkhianat adalah bahwa menghindari pencuri adalah suatu hal yang sangat tidak mungkin. Karena dia dapat mengambil harta orang lain yang disimpan dengan perangkat keamanan apapun. Sehingga tidak ada cara lain untuk menghentikan aksinya yang sangat merugikan tersebut melainkan dengan menjatuhkan sanksi yang membuatnya jera dan tidak dapat mengulangi lagi perbuatannya, karena tangannya yang merupakan alat utama untuk mencuri, telah dipotong.
Sementara orang yang mengkhianati amanah uang/barang dapat dihindari dengan tidak menitipkan barang kepadanya. Sehingga merupakan suatu kecerobohan, ketika seseorang memberikan kepercayaan uang/barang berharga kepada orang yang anda tidak ketahui kejujurannya. (Ibnu Qayyim,  I’lamul Muwaqqi’in, jilid II, Hal. 80)
Ini bukan berarti, seorang koruptor terbebas dari hukuman apapun juga. Seorang koruptor tetap layak untuk dihukum. Di antara hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor sebagai berikut:
Pertama, koruptor diwajibkan mengembalikan uang negara yang diambilnya, sekalipun telah habis digunakan. Negara berhak untuk menyita hartanya yang tersisa dan sisa yang belum dibayar akan menjadi hutang selamanya.
Ketentuan ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap tangan yang mengambil barang orang lain yang bukan haknya wajib menanggungnya hingga ia menyerahkan barang yang diambilnya“. (HR. Tirmidzi. Zaila’i berkata, “Sanad hadis ini hasan”).
Kedua, hukuman ta’zir.
Hukuman ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku sebuah kejahatan yang sanksinya tidak ditentukan oleh Allah, karena tidak terpenuhinya salah satu persyaratan untuk menjatuhkan hukuman hudud. (Almausuah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah,  jilid XII, hal 276.)
Kejahatan korupsi serupa dengan mencuri, hanya saja tidak terpenuhi persyaratan untuk dipotong tangannya. Karena itu hukumannya berpindah menjadi ta’zir.
Jenis hukuman ta’zir terhadap koruptor diserahkan kepada ulil amri (pihak yang berwenang) untuk menentukannya. Bisa berupa hukuman fisik, harta, kurungan, moril, dan lain sebagainya, yang dianggap dapat menghentikan keingingan orang untuk berbuat kejahatan. Di antara hukuman fisik adalah hukuman cambuk.
Diriwayatkan oleh imam Ahmad bahwa Nabi menjatuhkan hukuman cambuk terhadap pencuri barang yang kurang nilainya dari 1/4 dinar.
Hukuman kurungan (penjara) juga termasuk hukuman fisik. Diriwayatkan bahwa khalifah Utsman bin Affan pernah memenjarakan Dhabi bin Al-Harits karena dia melakukan pencurian yang tidak memenuhi persyaratan potong tangan.
Denda dengan membayar dua kali lipat dari nominal harga barang atau uang negara yang diselewengkannya merupakan hukuman terhadap harta. Sanksi ini dibolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap “Pencuri buah kurma dari pohonnya lalu dibawa pergi, hukumannya dia harus membayar dua kali lipat”. (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah).
Hukuman ta’zir ini diterapkan karena pencuri harta negara tidak memenuhi syarat untuk dipotong tangannya, disebabkan barang yang dicuri tidak berada dalam hirz (penjagaan selayaknya).

Kesimpulan dari tulisan di atas:

1. Pegawai perusahaan atau instansi pemerintah statusnya sebagai orang yang diberi amanah.
2. Pengkhianatan terhadap harta masyarakat, lebih besar akibatnya dari pada pengkhianatan harta milik pribadi.
3. Pengkhianatan terhadap harta yang menjadi amanah disebut ghulul.
4. Termasuk kategori ghulul adalah tindak korupsi terhadap uang negara.
5. Syarat hukuman potong tangan untuk pencuri, antara lain:
  • Harus mencapai nilai minimal: 1/4 dinar (1,07 gr emas).
  • Harta yang diambil berada dalam hirz (penjagaan yang layak dari pemilik).
6. Korupsi harta negara atau perusahaan (ghulul), termasuk tindak pencurian yang tidak memenuhi syarat potong tangan. Karena pelaku mengambil harta yang ada di daerah kekuasannya, melalui jabatannya. Sehingga harta itu bukan harta yang berada di bawah hirz (penjagaan pemilik).
7. Hukuman untuk pelaku kriminal ada 2:
  • Hukuman yang ditetapkan berdasarkan ketentuan syariat, disebut hudud.
  • Hukuman yang tidak ditetapkan berdasarkan ketentuan syariat, dan dikembalikan kepada         keputusan hakim, disebut ta’zir.
8. Hukuman yang diberikan untuk koruptor adalah sebagai berikut:
  • Dipaksa untuk mengembalikan semua harta yang telah dikorupsi.
  • Hukuman ta’zir. Hukuman ini bisa berupa denda, atau fisik seperti cambuk, atau dipermalukan di depan umum, atau penjara. Semuanya dikembalikan pada keputusan hakim.
Penjelasan di atas merupakan sinopsis dari salah satu artikel karya Dr. Erwandi Tarmidzi, yang diterbitkan di Majalah Pengusaha Muslim edisi 27. Pada edisi ini, Majalah Pengusaha Muslim mengupas berbagai kasus dalam dunia kerja, baik negeri maupun swasta.
Sumber: www.konsultasisyariah.com

Sunday, May 13, 2012

Info Suriah: Rencana Pembentukan "Pasukan Pembunuh" untuk menghadapi Revolusi Suriah

Sebuah situs independent Suriah mengatakan bahwa seorang perwira senior rezim Suriah bidang ahli stragegi, membocorkan rencana rezim Suriah terhadap Tentara Pembebasan Suriah, pelarangan demonstrasi damai dan pembentukan "pasukan pembunuh".

 Situs "Zaman Al Washl" menjelaskan bahwa sumber terpercaya mendapatkan bocoran informasi tersebut dari seorang perwira Suriah yang berbicara di sela-sela Konferensi Ilmiah yang diselenggarakan oleh tentara Lebanon di Beirut. 

 Dia menekankan bahwa demonstrasi damai adalah ancaman nyata yang dihadapi rezim Suriah karena bisa berubah menjadi sebuah revolusi bersenjata. Oleh karena itu demonstrasi damai akan dikendalikan. Namun ia mengakui sangat sulit untuk mencapai tujuan ini.

Dia menunjukkan bahwa "pasukan maut" dirancang secara khusus. Hanya tunduk pada pengawas pasukan keamanan saja. Dan lembaga hukum nasional manapun tidak bisa memberikan keputusan hukum kepada tentara rezim dari setiap kejahatan yang dilakukan.

Sementara itu, Dewan Nasional Oposisi Suriah dituduh mendalangi pemboman yang mengguncang Ibukota Kamis lalu. Seorang anggota Dewan Nasional Samir Nashar berkata: "Rezim Suriah lah yang ada di balik pengeboman untuk mengesankan kepada pengamat bahwa mereka dalam bahaya. Serta untuk menyampaikan kepada masyarakat internasional bahwa kelompok bersenjata dan Al Qaeda mengancam Suriah".

Nashar juga menambahkan: "Jika Al Qaeda dan kelompok teroris yang melakukan pemboman, kenapa tidak melakukan pemboman pada saat pemilu legislatif untuk mencegah warga Suriah ikut berpartisipasi?".

Sumber: Kabar Terbaru Ahlussunnah Suriah

Publikasi: artikelassunnah.blogspot.com

Thursday, May 10, 2012

Hukum Menulis Nama-Nama Allah Di Dinding

Pertanyaan:
Apa hukum menulis nama-nama Allah nan indah di dinding. Saya telah melihat di sekolah sebagai solusi masalah tulisan an-nabiyah yang ditulis di dinding sekolah, hendaknya menulis di sekolah nama-nama Allah nan indah. Apakah masalah ini diperbolehkan? Terima kasih

Jawaban:
Alhamdulillah
Nama-nama Allah Ta’ala. Nama yang (Allah) menamai diri-Nya, diturunkan di kitab-Nya. Diajarkan kepada Rasul-Nya sallallahu’alaihi wa sallam untuk umatnya. Agar mengenal Penciptanya. Mempercayai apa yang ditunjukkan dari kesempurnaan dan ketinggian. Menyanjung dengan-Nya dengan sanjungan nan indah. Berdoa dengan-Nya dalam kondisi lapang maupun sulit. Dihitungnya (dengan menjadikan sebagai) aqidah (keyakinan) dan perbuatan. Sebagaimana Firman-Nya Ta’ala: 

( وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ) الأعراف/180.  

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” SQ. Al-A’raf: 180

Nabi sallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda: 

( إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلاّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ ) رواه البخاري (2736) و مسلم (2677)

“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghitungnya maka (dia akan) masuk surga.’ HR. Bukhori, 2736. Muslim, 2677.

Oleh karena itu diharuskan mengangungkan nama-nama ini, menghormati dan mengagungkannya. Bahkan dijadikan sebagai tempat tertinggi dari itu semua. Hal ini tidak dapat terealisasikan dengan menulis di dinding yang kemungkinan menjadi bekas dan kotor. Hilangnya sebagian huruf menjadi berubah namanya. Kadang sebagian anak-anak menulis sesuatu bersamanya atau dibawahnya yang menafikan pengangunganya. 

Secara umum, penulisan (asamullah) untuk peribadatan tidak diperbolehkan bahkan itu termasuk bid’ah dalam agama.

Penulisannya untuk menjaga kebersihan dinding, termasuk prilaku jelek. Yaitu keinginan dunia dengan melakukan amalan akhirat. Apalagi di dalamnya ada penghinaan dengan nama-nama ini. Maka seharusnya menjauhi hal ini. 

Ibnu Al-Hammam Al-Maliki berkata, ‘Dimakruhkan menulis nama Allah Ta’la di logam dirham, mihrob dan dinding.’ Selesai dari ‘Fahul Qadir, 1/169. 

AD-Dardir Al-Maliki berkata, ‘Yang nampak memahat (yakni di kuburan) dimakruhkan meskipun dari Al-Qur’an. Seyogyanya diharamkan, karena dapat mengarah pada pelecehan sebagaimana yang mereka sebutkan. Begitu juga memahat Al-Qur’an dan nama-nama Allah di dinding.’ Selesai dari kitab ‘As-Syarkhu Al-Kabir Ma’a Ad-Dasuki, 1/425. 

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, ‘Sementara penulisan ayat-ayat (Al-Qur’an) di dinding baik di masjid atau yang lainnya, itu termasuk bid’ah. Tidak didapatkan dari kalangan para shahabat memahat dinding mereka dengan ayat-ayat. Kemudian, menjadikan ayat-ayat dipahat di dinding, ada sedikit pelecehan terhadap kalamullah.’ Selesai dari ‘Al-Liqa’ AL-Maftuh, 13/197. 

Dalam Fatawa AL-Lajnah Ad-Daimah, 4/58, ‘Tidak dikenal dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau menulis surat dari Al-Qur’an, ayat, hadits dan nama-nama Allah di papan atau pigora kemudian digantungkan di dinding atau tempat jalan sebagai hiasan atau untuk mengambil barokah. Atau sebagai sarana pengingat, menyampaikan, nasehat dan pelajaran. Yang mengikuti hal ini juga para khulafaur rosyidin dan seluruh para shahabat radhiallahu’anhum. Diikuti juga oleh para Imam dari kalangan ulama salaf sholeh disaksikan oleh Nabi sallallahu’alaihi wa sallam termasuk sebaik-baik masa setelah beliau semoga Allah meredhoi mereka. Mereka semua tidak menulis sedikitpun dari Al-Qur’an, hadits nabawi yang shoheh, tidak juga nama-nama Allah nan indah di papan, pigora atau kain. Untuk digantungkan di dinding sebagai hiasan, pengingat dan nasehat setelah tersebarnya Islam. Meluas wilayahnya, dan tersebar wawasan keislaman ke (berbagai) negara dan kota. (mulai) banyak buku, berbagai macam sarana informasi. Sebagaimana mereka tidak melakukan hal itu sebelumnya, sementara mereka lebih memahami Islam dan maksudnya. Lebih menjaga dalam menyebarkan dan menyampaikannya. Kalau hal itu dianjurkan, (pasti) Nabi kita sallallahu’alaihi wa sallam  telah menunjukkan kepada kita. Para shahabat juga telah melaksanakannya, serta para imam-imam akan menyibukkan diri dengannya semoga Allah meredhoi mereka.

Dengan demikian, maka tulisan sesuatu dari Al-Qur’an, hadits Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dan nama-nama Allah nan indah di papan, pigora dan semisalnya untuk digantungkan sebagai hiasan, pengingat, nasehat atau dijadikan sarana mempromosikan bisnis, menjual barang, dan merayu orang untuk (membelinya). Agar ada pengembangan dana dan tambahan keuntungan dengan cara menyelewengkan AL-Qur’an dan Hadits Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dari maksud yang suci dibelakang itu yang dibawa oleh Islam. serta berseberangan dengan petunjuk Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam, para shahabat, dan para imam ulama salaf radhiallahu’anhum. Disamping itu, terkadang mendapatkan sesuatu yang tidak layak dengan penghinaan pada waktu yang lama ketika pindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Atau ketika dipindah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Orang junub dan orang haid ikut membawanya atau menyentuhnya dalam kondisi seperti itu.’ selesai

wallahu’alam. 

Sumberislamqa.info