"Syaikh yang mulia menjelaskan bahwa wajib memperhatikan kondisi kaum muslimin dan mengenali kaum kafir yang wajib diperangi dan kaum kafir yang tidak diperangi. Saya memohon kepada yang mulia sebuah contoh orang-orang kafir yang tidak diperangi, dan berapa lama jarak waktu tidak memeranginya dan kondisi seperti apa saja yang kita harus menahan diri?"
Jawab:
"Orang-orang yang tidak diperangi adalah:
Pertama: "orang-orang yang tidak mampu kita perangi. Maka kita harus menahan diri dari mereka.
Kedua: orang-orang kafir yang terikat perjanjian dan gencatan senjata dengan kaum muslimin, mereka tidak boleh diperangi hingga masa gencatan berakhir, atau mereka melanggar perjanjian. Selagi perjanjian masih berlangsung dan mereka konsisten padanya maka kaum muslimin tidak boleh memeranginya. Allah azza wajalla telah berfirman,
كَيْفَ يَكُونُ لِلْمُشْرِكِينَ عَهْدٌ عِندَ اللهِ وَعِندَ رَسُولِهِ إِلاَّ الَّذِينَ عَاهَدتُّمْ عِندَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
"Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa." (Qs.At-Taubah:7).
Dan firmanNya,
وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِن قَوْمٍ خِيَانَةً فَانبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَآءٍ إِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ الْخَآئِنِينَ
"Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, (Yakni: kalau mereka terikat perjanjian damai) maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur." (Qs.Al-Anfal: 58).
Apabila anda ingin mengakhiri akad (perjanjian damai) yang ada antara anda dengan mereka, maka anda harus memberi tahu mereka dan mengumumkannya kepada mereka sehingga mereka benar-benar jelas. Jadi, perjanjian itu bukan hal yang gampang, Allah Ta’ala telah berfirman,
وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً
"Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya." (Qs.Al-Isra': 34).
Ia tidak boleh dibatalkan kecuali ada alasan syar'i, dan itu pun harus seizin imam dan berdasarkan perintah imam yang telah mengikrarkan perjanjian itu dengan mereka. Dialah yang mempunyai wewenang terhadap perjanjian, dia pula yang berwenang membatalkannya di kala ada alasannya. Dan ini merupakan bagian dari kebijakan imam, bukan kebijakan setiap orang.
Jawaban Syaikh al-Fauzan Hafidhohullah
[Sumber: Fatwa-Fatwa Terlengkap Seputar Terorisme, Jihad dan Mengkafirkan Muslim, disusun oleh : Abul Asybal Ahmad bin Salim al-Mishri, cet: Darul Haq - Jakarta. www.alsofwah.or.id]
Publikasi: artikelassunnah.blogspot.com
No comments:
Post a Comment