"Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan lahwul hadits untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan."
Sebagian besar mufassir berkomen-tar, yang dimaksud dengan lahwul hadits dalam ayat tersebut adalah nyanyian. Hasan Al Basri berkata,ayat itu turun dalam masalah musik dan lagu. Allah berfirman kepada setan:
"Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu." Maksudnya dengan lagu (nyanyian) dan musik.
"Kelak akan ada dari umatku beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik."
(HR. Bukhari dan Abu Daud)
Dengan kata lain, akan datang suatu masa di mana beberapa golongan dari umat Islam mempercayai bahwa zina, memakai sutera asli, minum-minuman keras dan musik hukumnya halal, padahal semua itu adalah haram.
Adapun yang dimaksud dengan musik di sini adalah segala sesuatu yang menghasilkan bunyi dan suara yang indah serta menyenangkan. Seperti kecapi, gendang, rebana, seruling, serta berbagai alat musik modern yang kini sangat banyak dan beragam. Bahkan termasuk di dalamnya jaros (lonceng, bel, klentengan).
"Lonceng adalah nyanyian setan." (HR. Muslim)
Padahal di masa dahulu mereka hanya mengalungkan klentengan pada leher binatang. Hadits di atas menun-jukkan betapa dibencinya suara bel tersebut. Penggunaan lonceng juga ber-arti menyerupai orang-orang nasrani, di mana lonceng bagi mereka merupakan suatu yang prinsip dalam aktivitas gereja.
Imam Syafi'i dalam kitabnya Al Qadha' berkata: "Nyanyian adalah kesia-siaan yang dibenci, bahkan menyerupai perkara batil. Barangsiapa memperba-nyak nyanyian maka dia adalah orang dungu, syahadat (kesaksiannya) tidak dapat diterima."
Nyanyian di masa kini:
Kebanyakan lagu dan musik pada saat ini di adakan dalam berbagai pesta juga dalam tayangan televisi dan siaran radio. Mayoritas lagu-lagunya berbicara tentang asmara, kecantikan, ketampanan dan hal lain yang lebih banyak mengarah kepada problematika biologis, sehingga membangkitkan nafsu birahi terutama bagi kawula muda dan remaja. Pada tingkat selanjutnya membuat mereka lupa segala-galanya sehingga terjadilah kemaksiatan, zina dan dekadensi moral lainnya.
Lagu dan musik pada saat ini tak sekedar sebagai hiburan tetapi sudah merupakan profesi dan salah satu lahan untuk mencari rizki. Dari hasil menyanyi, para biduan dan biduanita bisa mem-bangun rumah megah, membeli mobil mewah atau berwisata keliling dunia, baik sekedar pelesir atau untuk pentas dalam sebuah acara pesta musik.
Tak diragukan lagi hura-hura musik --baik dari dalam atau manca negara-- sangat merusak dan banyak menimbul-kan bencana besar bagi generasi muda. Lihatlah betapa setiap ada pesta kolosal musik, selalu ada saja yang menjadi korban. Baik berupa mobil yang hancur, kehilangan uang atau barang lainnya, cacat fisik hingga korban meninggal dunia. Orang-orang berjejal dan mau saja membayar meski dengan harga tiket yang tinggi. Bagi yang tak memiliki uang terpaksa mencari akal apapun yang penting bisa masuk stadion, akhirnya merusak pagar, memanjat dinding atau merusak barang lainnya demi bisa menyaksikan pertunjukan musik kolosal tersebut.
Jika pentas dimulai, seketika para penonton hanyut bersama alunan musik. Ada yang menghentak, menjerit histeris bahkan pingsan karena mabuk musik.
Para pemuda itu mencintai para penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka kepada Allah Ta'ala yang menciptakannya, ini adalah fitnah yang amat besar.
Tersebutlah pada saat terjadi perang antara Bangsa Arab dengan Yahudi tahun 1967, para pembakar semangat menyeru kepada para pejuang: "Maju terus, bersama kalian biduan fulan dan biduanita folanah ... ", kemudian mereka menderita kekalahan di tangan para Yahudi yang pendosa.
Semestinya diserukan: Maju terus, Allah bersama kalian, Allah akan menolong kalian." Dalam peperangan itu pula, salah seorang biduanita memaklumkan jika mereka menang maka ia akan menyelenggarakan pentas bulanannya di Tel Aviv, ibukota Israel -padahal biasanya digelar di Mesir-. Sebaliknya yang dilakukan orang-orang Yahudi setelah merebut kemenangan adalah mereka bersimpuh di Ha'ith Mabka (dinding ratapan) sebagai tanda syukurnya kepada Tuhan mereka.
Semua nyanyian itu hampir sama, bahkan hingga nyanyian-nyanyian yang bernafaskan Islam sekalipun tidak akan lepas dari kemungkaran. Bahkan di antara sya'ir lagunya ada yang berbunyi:
"Dan besok akan dikatakan, setiap nabi berada pada kedudukannya ... Ya Muhammad inilah Arsy, terimalah ..."
Bait terakhir dari sya'ir tersebut adalah suatu kebohongan besar terhadap Allah dan RasulNya, tidak sesuai dengan kenyataan dan termasuk salah satu bentuk pengkultusan terhadap diri Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam, padahal hal semacam itu dilarang.
Kiat Mengobati virus nyanyian dan musik :
Di antara beberapa langkah yang dianjurkan adalah:
Jauhilah dari mendengarnya baik dari radio, televisi atau lainnya, apalagi jika berupa lagu-lagu yang tak sesuai dengan nilai-nilai akhlak dan diiringi dengan musik.
Di antara lawan paling jitu untuk menangkal ketergantungan kepada musik adalah dengan selalu mengingat Allah dan membaca Al Qur'an, terutama surat Al Baqarah. Dalam hal ini Allah Ta'ala telah berfirman:
"Sesungguhnya setan itu lari dari rumah yang di dalamnya dibaca surat Al Baqarah."
(HR. Muslim)
"Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Yunus: 57)
Membaca sirah nabawiyah (riwayat hidup Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam) , demikian pula sejarah hidup para sahabat beliau.
Nyanyian yang diperbolehkan:
Ada beberapa nyanyian yang diperbolehkan yaitu:
Menyanyi pada hari raya. Hal itu berdasarkan hadits A'isyah:
"Suatu ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam masuk ke bilik 'Aisyah, sedang di sisinya ada dua orang hamba sahaya wanita yang masing-masing memukul rebana (dalam riwayat lain ia berkata: "... dan di sisi saya terdapat dua orang hamba sahaya yang sedang menyanyi."), lalu Abu Bakar mencegah keduanya. Tetapi Rasulullah malah bersabda: "Biarkanlah mereka karena sesungguhnya masing-masing kaum memiliki hari raya, sedangkan hari raya kita adalah pada hari ini." (HR. Bukhari)
Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan, untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan." (Hadits shahih riwayat Ahmad). Yang dimaksud di sini adalah khusus untuk kaum wanita.
Nasyid Islami (nyanyian Islami tanpa diiringi dengan musik) yang disenandungkan saat bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya terdapat do'a. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyenandungkan sya'ir Ibnu Rawahah dan menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau bersenandung:
"Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin."
Seketika kaum Muhajirin dan Anshar menyambutnya dengan senandung lain:
"Kita telah membai'at Muhammad, kita selamanya selalu dalam jihad."
Ketika menggali tanah bersama para sahabatnya, Rasul Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga bersenandung dengan sya'ir Ibnu Rawahah yang lain:
"Demi Allah, jika bukan karena Allah, tentu kita tidak mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan shalat.
Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah dan pendirian kami jika bertemu (musuh)
Orang-orang musyrik telah mendurhakai kami, jika mereka mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya."
Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung "Kami menolaknya, ... kami menolaknya." (Muttafaq 'Alaih)
Nyanyian yang mengandung pengesaan Allah, kecintaan kepada Rasululah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan menyebutkan sifat-sifat beliau yang terpuji; atau mengandung anjuran berjihad, teguh pendirian dan memper-baiki akhlak; atau seruan kepada saling mencintai, tomenolong di antara sesama; atau menyebutkan beberapa kebaikan Islam, berbagai prinsipnya serta hal-hal lain yang bermanfaat buat masyarakat Islam, baik dalam agama atau akhlak mereka.
Di antara berbagai alat musik yang diperbolehkan hanyalah rebana. Itupun penggunaannya terbatas hanya saat pesta pernikahan dan khusus bagi para wanita. Kaum laki-laki sama sekali tidak dibolehkan memakainya. Sebab Rasul Shallallahu 'Alahih Wasallam tidak memakainya, demikian pula halnya dengan para sahabat beliau Radhiallahu 'Anhum Ajma'in.
Orang-orang sufi memperbolehkan rebana, bahkan mereka berpendapat bahwa menabuh rebana ketika dzikir hukumnya sunnat, padahal ia adalah bid'ah, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
"Jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. dan setiap bid'ah adalah sesat." (HR. Turmudzi, beliau berkata: hadits hasan shahih).
Sumber dari: Rasa'ilut Taujihat Al Islamiyah, 1/ 514 - 516.
Oleh:
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu